Langit memang sudah
mendung saat aku berada di dalam kelas. Selangkah kaki ke luar seakan-akan
menjadi tombol meruntuhkan air dari langit. Aku langsung tertahan, memutuskan
tidak menerjang hujan.
Aku tetap berdiri,
menyimak satu-persatu jutaan bulir hujan berjatuhan. Bau semerbak tanah
langsung menerpa hidung. Tersenyum.
Terlihat dari sisi
mataku ada seseorang datang. Tertahan pula. Perlahan aku melihat sampingku,
kemudian melangkah mundur. Menatap hanya punggungnya.
Ia nampak gelisah,
mendongak ke atas seperti ingin menebak seberapa banyak lagi air yang tersisa
di awan sana. Ia menengok kanan kiri seolah berharap ada anak-anak menawarkan
payung seperti di mall-mall. Ia menatap sekeliling dan tak lama menengok ke belakang.
Tatapanku tertangkap. Ia pun menatap, kemudian tersenyum yang membuatku berdoa
agar aku tak mengurungkan niat untuk melupakannya. Namun, senyumannya selalu
membuatku bergumam, he smiles the best that
nobody could ever have. Aku membodohi diriku sendiri.
Ia mendekat masih
dengan senyum di wajahnya.
"Kejebak hujan
juga?" tanyanya.
Aku mengangguk.
"Kayanya udah
lama kita nggak ketemu, kamu ke mana aja?"
"Nggak ke
mana-mana, Kak. Masih di sini. Mungkin kamu yang ke mana-mana."
"Ngomong-ngomong,
kamu apa kabar?" Masih dengan senyumnya.
"Masih sama,
Kak." Aku mencoba tersenyum.
Ia tertawa kecil dan
mengacak-acak rambutku seperti yang biasa ia lakukan dulu.
"Kapan ya kita
terakhir ketemu?" Ia bertanya sekali lagi.
Aku menggeleng.
Berpura-pura tak mengingat hal yang sebenarnya aku hafal persis di mana dan
kapan kita terakhir bercengkerama. Sebulan. Tapi terasa setahun bagiku.
"Kok kamu nggak
nanya kabarku?" tanyanya seperti ia tak mau kehilangan topik pembicaraan.
"Untuk apa?
Untuk tau kamu udah bahagia dengan yang lain?" Aku mencoba tersenyum
sekali lagi.
Dia tertawa,
"Kamu emang masih sama." Mengacak rambutku lagi.
"Mungkin bagi
kamu, aku kaya hujan. Menahan kamu untuk tinggal, tapi setelah reda, kamu
melanjutkan perjalanan." Aku melanjutkan, "Dan bagi aku, kamu kaya sunset. Indah sih, tapi cuma sebentar."
Aku tertawa kecil. Senyumnya memudar. Ia menatap ke depan, mengalihkan
pandangan. Hujan tiba-tiba semakin deras. Suara yang dihasilkannya semakin
keras seolah ingin memecahkan keheningan. Aku semakin tertahan di momen ini.
Menghela nafas panjang. Untuk pertama kalinya aku mengutuk hujan.
"Nggak kemana-mana kak. Masih disini. Mungkin kamu yang kemana-mana." seriusan ini dialognya lucu yis akakakakak
BalasHapushahaha masa? jadi gagal baper ya duh wkwk
Hapus