Senin, 27 April 2015

A Sparkling Night



Nothing to expect, but give the best of all we could do.



'What you give, what you get' represented the desire and hope to give the best performance after every-night-practicing we had done. A good composer had made the arrengement of songs sounded elegant. A talented pianist had helped a lot to conduct the music. Patient couches had been so good to conduct the players of Angklung. Karinding-ist (Pemain Karinding(?), traditional music instrument from West Java) had made the music sounded more classical. A guitarist had given the taste of contemporary to our music. Time to go on stage.

On stage
The nervousness of waiting to perform had never been this calm since I had a great team that were so supportive. And another reason was we had practiced a lot for this. The waiting turned out to be fun. We spent the time by taking (so many) pictures on the backstage eventhough the partly of members were new! I had been thinking, this 'new' group was the fun-nest one. We could be united and there was no gap among all the members, not even girls and boys. I'm saying this because, you can guess, at the very previous performance there was a gap even among girls.
What we do during the break of practicing

No nights without taking pictures
Everynight-routine
Backstage groufie
One way to reduce the nervousness
I thought, we were going to perform in the main hall of Taman Budaya Yogyakarta. Once I had performed there and it was a great experience. But I was wrong. It took place in the next building, Gedung Societet TBY, which is smaller. Surprisingly, it couldn't stop us to be satisfied. I don't know, it might be right when you have a good team, you can have a good performance, conversely. Honestly, in my opinion, the arrangement of previous performance was better than this. However, this lovely, supportive team had driven the universe turned us out to be good, even better. We were really sa-tis-fied. It was great. A night had been well-spent and all the hard work had been paid-off.

After performing
 Oh nooooooo! I put too many pictures on >.<

Senin, 20 April 2015

Middle of Nowhere




"Guru, lama sudah aku berjalan kian banyak yang kutahu, tetapi hidup ini kian asing rasanya. Apakah kesejatiaan itu? Apakah benar-benar ada atau cuma impianmu semasa muda?" -Supernova, Dee

Nggak ada ukuran kita saat ini ada di mana. Di awalkah? Penghujungkah? Atau di tengahkah? Entahlah. Tapi mungkin, untuk mewakili ketidaktahuan lagi di mana, saya bakal bilang 'middle of nowhere'.
Seperti kutipan di Supernova di atas, semakin saya melangkah, memang semakin tahu banyak, tapi ke-tahu-an itu kadang membuat saya jadi semakin tidak tahu. Jauh lebih banyak lagi pertanyaan yang menghujam pikiran saya. Saya di mana?  Iya, semakin asing rasanya. Seperti semakin tahu apa itu hidup dan  atau justru semakin bertanya untuk apa hidup.

Saat ini, saya mengawang-awang seperti apa kemudahan hidup itu. Orang bilang, uang bukanlah segalanya. Tapi, mengapa seolah tanpa uang kita tidak bisa melakukan apa-apa? Saya mau makan, harus bayar. Saya mau pergi ke tempat alam yang katanya gratis, tapi saya tetap harus bayar ongkos. Bahkan untuk minum pun saya harus beli galon yang ujung-ujungnya harus ditukar dengan uang. Uang masih bukan segalanya?

Kemudian, saya juga semakin bertanya-tanya. Apa yang saya cari? Jika hidup adalah perjalanan maka apa yang sebenarnya kita cari? Baru-baru ini saya bertukar pikiran dengan teman lama. Mengingatkan mimpi-mimpi yang pernah tersimpan. Tapi, seiring berjalannya waktu, mimpi itu serasa pudar. Pesimis dan realistis tak lagi dapat dibedakan. Saya mencari apa-apa, tapi yang saya dapat juga semakin menyisakan tanya 'apa'. Orang bilang, jati dirilah yang sebenarnya kita cari. Tapi entahlah. Saya seperti melihat orang-orang, bahkan saya, sibuk menjadi apa yang ingin orang lain lihat. Alih-alih mencari jati diri, malah menjadi-jadi orang yang ingin digemari. Salah atau benar? Salah itu apa? Benar itu bagaimana?

Saya juga terpikir bagaimana memperbaiki diri. Apa beda dengan mencari jati diri? Orang bilang, menjadi diri sendirilah yang terbaik. Tapi untuk apa memperbaiki diri jika itu merubah kita menjadi bukan diri sendiri? Apakah sah-sah saja saya menjadi orang lain demi kata memperbaiki diri? Bagaimana saya bisa menyebutkan bahwa ini diri saya dan itu bukanlah diri saya? Bagaimana saya tahu?

Masih ada banyak pertanyaan yang menghujani pikiran saya. Saya pun terkadang lelah untuk hanya berusaha terus mencari akar dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Hidup mungkin seperti itu, bukan untuk mencari jawaban tapi sekedar bertanya dan meninggalkan pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi pertanyaan.

Sabtu, 11 April 2015

Ngompas Ngampus

GSP dari luar

Saya emang udah niat mau pergi ke acara Kompas Kampus yang dilaksanakan oleh Kompas TV 13-14 Maret kemarin, hanya saja sampai saat hari H, saya masih belum tau gimana cara masuk ke acara tersebut. Pakai tiketkah? Gratiskah? Saya nggak tau. Akhirnya, saya ajak teman saya buat datang ke GSP UGM dan ikut acara itu. Tapi, karena ketidaktahuan itu, sampai depan GSP, kami berdua galau mau masuknya gimana. Awalnya yakin tinggal masuk, eh begitu liat orang-orang bawa tiket dan diperiksa tiketnya di depan pintu masuk, kami jadi mundur teratur. Saya bilang, 'Ger ger, pura-pura ambil HP, sibuk sama HP.' Maksudnya sih biar keliatan lagi ngehubungin orang dan kami bisa balik lagi ketimbang malu nggak punya tiket. Walhasil, kami keluar dari situ dan mikir dapet tiket itu dari mana. Sumpah saya nggak tau, padahal saya tau bakal ada acara ini kurang lebih 2 minggu sebelumnya!

Setelah nggak jadi masuk akhirnya kami muter-muter di mana bisa dapetin tiket. Nggak adaan euy. Kami berdua duduk-duduk, tongop nggak tau mau ngapain. Bingung banget mau tanya ke siapa. Yang biasanya saya sama Geri berani-berani aja buat nanya, mendadak jadi drop (lebay sih) gara-gara udah di depan pintu masuk tadi. Sumpah, gabut. Mau pulang, nanggung udah sampe sini. Mau masuk, gimana caranya? Saya cari-cari di twitter, ngublek-ngublek. Nggak nemu juga. Sampai ketemulah informasi kalau tiketnya dapet dari daftar online yang kemudian dicetak dan dituker dengan tiket asli. Baru tau saat itu juga. Saya cobauntuk daftar online, tapi ada tulisan 'Pendaftaran online Jogja sudah ditutup.' Bad news. Kemudian saya ingat, kalau Rampoe UGM kemarin SMS mewajibkan semua anak Rampoe datang ke stand di Kompas Kampus. 'Kalo ngewajibin, berarti saya bisa masuklah' benak saya. Akhirnya saya SMS admin Rampoe menanyakan butuh tiket atau nggak untuk masuk. Di sini lah tiket saya. Saya dapet mantra pengganti tiket untuk masuk ke acaranya. Saya dan Geri ngeyakinin diri untuk masuk setelah, mungkin, kurang lebih setengah jam ngegabut di pelataran GSP. Akhirnya kami jalan menuju pintu, tapi terhenti lagi karena nggak PD. Nggak tau kenapa jadi nggak PD-an gini. Nggak ngerti. Biasanya saya cuek aja. Tarik nafas kemudian melangkah lagi. 'Elu yang ngomong ya, Ger,' saya bilang ke Geri. 'Duh rame banget, Lis. Bentar deh bentar,' berhenti lagi. Yuklah Ger. Memantapkan langkah. Sampai antrian, tetep galau. 'Ger, bilang ke mas-mas sebelah sana aja.' 'Iya, iya.' Pindah. 'Eh yang tadi aja deh.' Gugup. Galau. Pffft. Kami ikutan ngantri. Nunggu orang-orang di depan kami diperiksain tiketnya. Giliran kami.

Geri : Mas, kita mau ke stand ganti shift.
Mas-mas : (Diam. Mikir)
Saya : (Langsung nyamber) Iya mas, stand Rampoe UGM.
Mas-mas : Oh. Ya, masuk aja.
Saya dan Geri : (Langsung masuk. Liat-liatan. Ketawa)

Saya dan Geri masih nngak habis pikir. Kami masih amazed. Jadi dari tadi kita nunggu di depan luntang-lantung takut nggak dibolehin ternyata cuma gini doang? Haha. Saya dan Geri nggak berhenti-berhentinya amazed. Sampai di dalam, kami muter-muter liatin stand dan aslinya saya sama Geri cuma liat sebentar doang di stand Rampoe UGM. Sebentar banget. Habis itu langsung duduk di kursi, nonton stnad up comedy-nya. Boro-boro ganti shift. Yup, jadi sebenarnya, ketika saya SMS admin Rampoe, dia bilang, 'Bilang aja mau ganti shift,'  Itulah mantra yang saya gunakan untuk masuk Kompas Kampus hingga di hari kedua. Suwer, itu bukan akal-akalan saya untuk bisa masuk sana. Saya kata adminnya langsung untuk pakai 'mantra' itu. Toh, saya juga anak Rampoe.
Saat ngegabut di luar
Berhasil masuk
Geri
Bener aja, hari kedua saya kembali lagi tapi dengan orang yang berbeda dan masuk dengan 'mantra' kemarin. Lagi-lagi, saya menyuruh teman saya yang mengatakannya di pintu utama, "Mau jaga stand,Mas." kami pun masuk dengan mudahnya. Ambill tempat duduk. Siap menonton Rampoe UGM tampil. Yup, hari itu Rampoe UGM tampil dengan Tari Acehnya. Jujur, saya dan Fulan berangkat pagi, pukul 10, untuk menonton mereka tampil secara live. Selama ini, kami hanya tau ketika latihan. Penampilan langsung di atas panggung belum pernah kami liat. So, it's worth it allowing us joining the event without tickets on the entrance. I guess. *pembelaan diri*
Saya dan Fulan pun mengikuti acara hingga akhir. Nggak beneran terakhir sih, tapi sampai sekitar pukul 5 sore kami baru pulang. Seloooo!
Rampoe saat mampir (jauh bener)
Penampilan Rampoe
Kalau di hari pertama saya nonton stand up comedy dari beberapa komika yang sering nongol di  Kompas TV, di hari kedua saya nonton acara intinya, talk show  bersama Rosi yang juga dihadiri oleh mantan menteri......(aduh saya lupa!), Raditya Dika, dan Pandji. Di sini Bang Dika nggak nyetendap karena dia menjadi salah satu pembicara di talk show-nya, tapi tetep aja dia lucu selucu muka Komeng lagi bengong. Ada special performance dari Pandji. Lucu, lawakannya kali ini agak berbobot, nggak lepas dari temanya mengenai anti korupsi. Acara talk show selesai, saya sama Fulan langsung cabut, pulang. Time to go back to the reality! Yes, you...assignmentsss.

P.S. Thanks and sorry to Rampoe <3