Minggu, 26 Juni 2016

"Maaf, Kamu terlalu Baik buat Aku"


Pernah nggak sih ada seseorang bilang ke kamu: "Maaf, kamu terlalu baik buat aku"? Yang mana seseorang itu adalah orang yang kamu taksir. Ciye. Kalau saya sih nggak pernah. Yang ada, malah saya yang bilang hahaha. Gak deng.

Well, beberapa teman saya pernah mengalaminya, baik cowok maupun cewek. Dan sedihnya, salah satu dari mereka mengatakan, "Jadi orang jangan baik baik amat, entar dibilang terlalu baik soalnya." dan dia jadi suka semena-mena dan super cuek haha ngeselin.

Seketika waktu itu saya jadi mikir, kalau gitu orang yang udah bilang "kamu terlalu baik buat aku" bisa membatasi orang untuk berbuat baik dong? Padahal seperti yang kita semua tau, kalimat itu hanyalah kata lain dari menolak, iya nggak sih?

Saya rasa, kita nggak perlu lah sampai membatasi diri untuk nggak jadi berbuat baik cuma gara-gara kita takut dibilang "terlalu baik". Lagipula, toh yang bilang "terlalu baik" itu dia hanya mencari-cari alasan buat menolak kan? Bukan untuk merasa tidak pantas dengan kita. Justru, orang kaya gitu yang nggak pantas diperjuangkan haha. Kita mau jadi orang baik kok malah tidak diterima dengan baik. Maka dari itu, menurut saya, jangan sampai lantas kita menolak untuk tetap berbuat baik kepada siapa pun. Karena toh bukannya harusnya kita berproses bareng-bareng? Menerima segala kekurangan dan kelebihan. Kalau dia sudah merasa "terganggu" karena sifat "terlalu baik" kita, dia mau jadi kita seperti apa? Yang jahat? Yang tidak peduli? Atau seperti apa? Mau tidak mengizinkan kita untuk menjadi orang yang baik?

Apa yang ingin saya katakan adalah jangan membatasi diri untuk selalu berbuat baik. Apalagi takut berbuat baik karena nggak mau dibilang "Kamu terlalu baik buat aku". Konyol sih. Mau baik mah baik aja. Orang yang tepat juga bakal datang kok cepat atau lambat. Dan, orang yang pantas kita perjuangkan adalah yang mengizinkan kita untuk tumbuh menjadi pribadi baik, bukan malah merasa tidak nyaman dengan kebaikan kita. Daripada kita pusing mempertahankan orang yang bilang, "Maaf, kamu terlalu baik buat aku," mending temukan orang yang bisa mengatakan, "Kamu terlalu baik, maka ajari aku untuk selalu mencoba berbuat kebaikan." Ciye.

Senin, 20 Juni 2016

Gerbang Perpisahan?


Apa sih yang paling dipikirin mahasiswa akhir selain skripsi dan kerja? Kalau saya sih teman.

Jadi ceritanya saya habis melo-melowan gitu sama teman-teman kos karena sebagian bakal wisuda bulan ini dan setelah itu bakal balik ke kampung halamannya yang berarti kami bakal berpisah jauh. Jaman masih kuliah aja kadang, sering bahkan, susah buat ngumpul komplit. Apalagi udah lulus, kerja, tinggal di beda-beda kota, nikah, wah udah lah nggak kebayang kita bakal bisa ngumpul lagi kapan. Saya jadi mikir, apa pertemanan ini emang berbatas waktunya ya? Wkwk. Ya walaupun suatu saat mungkin kami masih keep in touch, tapi nggak bakal dapet lagi kan suasana bareng-bareng kaya apa yang udah kami lalui saat masa-masa kuliah. Buat saya, temen-temen kos adalah orang-orang yang bisa saya sebut sebagai another definition of family karena mereka adalah...adalah...hmm...adalah...serius saya sampai kehabisan kata-kata karena nggak tau harus mendeskripsikan mereka seperti apa. Mereka paket komplit.

Nah btw, jadi kepanjangan. Awalnya saya mau bilang, ceritanya lagi melow-melowan gitu sama teman-teman kos eh tiba-tiba saya dapet chat iseng dari temen SMA saya yang akhirnya berujung ngobrolin makin susahnya ngumpul bareng. Dia bilang ini kah yang namanya the end of friendship at early adulthood? Huhu makin melow~

Tapi iya kan? Ketika kita udah punya lingkungan baru dan teman-teman baru, bakal susah banget buat menjadwalkan ketemu untuk sekedar ngobrol sama teman-teman lama. Jangankan untuk ngobrol, hanya sekedar berkomunikasi aja kadang sampai lupa karena 'terlalu sibuk' dengan hal-hal baru kita. And it's sad to admit. Dan kalau udah gitu, kita jadi kehilangan masa-masa asiknya waktu yang kita habiskan bersama mereka dulu. Time will never get it back as it used to. Hiks. Tapi, nggak ada yang bisa disalahkan juga. Hidup terus berjalan. Waktu apalagi. Kita nggak bisa stuck sama satu keadaan dan nggak move forward. Dan hal tersebut mau nggak mau mengharuskan kita buat dinamis sama satu dan lain hal. Termasuk teman. Tuntutan, pekerjaan, pendidikan, menyatukan kita dengan orang-orang yang kemudian kita sebut teman, tapi kemudian setelah tuntutan dan pekerjaan itu selesai, kita punya tuntutan dan pekerjaan baru dengan lingkungan baru dan orang-orang baru pula yang mana hal tersebut bisa sangat mengurangi intensitas hubungan kita dengan teman yang ada di tuntutan kita terdahulu. Busetdah sekalimat panjang bener. Walhasil, segimana pun kita masih keep in touch sama teman lama kita, kita nggak pernah bisa benar-benar dapet apa yang dulu pernah kita lalui. Dan karena keparnoan inilah saya kadang suka merasa kangen sebelum berpisah. Haha lebay ya. itu juga yang terjadi ketika saya masih KKN. Saya suka diem gitu natap sekitar, siap-siap kalau saya bakal kangen sama tempat, suasana, dan orang-orang di sana.

Dan momen pas KKN itu pun terjadi lagi. Di mana saya tiba-tiba throwback ke momen-momen yang udah saya lalui bersama teman-teman kos. Senang, sedih, sakit, ketawa, nangis, kelaparan, foya-foya, nggak punya duit, tumpeh-tumpeh rejeki, kemalingan, dimarahin ibu-bapak kos, tidur di masjid, berantem, piknik bahagia, nge-camp, curhat, semuanya. Semuamuanya mendadak jadi precious moments banget. Empat tahun mendadak jadi berasa empat hari huhu.

Sampai saat ini saya juga tetap keep in touch sama teman-teman SMA saya, bahkan sama teman SMP juga, bahkan sama teman SD juga. Tapi ya itu tadi, time will never get it back as it used to. Momen nggak akan bisa terulang, tapi seenggaknya saya bisa mengobati rasa kangen dan bernostalgia dengan masih bertemu dan ngobrol sama mereka.

So what then?

Tetep sih, treasure this moment. Treasure your people today. Say thanks to them for making your life so colorful!
Teman Seperkosan

Senin, 13 Juni 2016

Pada Suatu Hari


Belakangan, saya semacam lagi berada di fase ‘I miss the old happy me' yang mana saya jadi sering merasa khawatir, gelisah, takut, nggak PD, dan perasaan insecure lainnya. Saya nggak tau kenapa bisa terjadi. Mungkin karena memang banyak hal yang suka bikin gemaaaaaz akhir-akhir ini.

Saya jadi bertanya-tanya, apa yang sebenernya salah dengan saya? Kenapa bukannya saya bisa lebih mengatur segala sesuatu tapi saya malah semakin don’t know what to do. Saya merasa, entah kenapa, dulu saya bisa banget berpikir positif di segala sesuatu yang sedang saya jalani even it is a bad one. Tapi kok sekarang, rasa-rasanya justru pikiran saya lebih didominasi oleh pikiran negatif. Kalau dulu begitu terlintas pikiran negatif di pikiran saya, saya langsung menggubrisnya dan mengganti dengan pikiran positif, sekarang saya jadi membiarkan pikiran-pikiran itu bertengger di pikiran saya dan bahkan saya mengucapkannya. Hal yang dulu saya selalu mencoba untuk menahan.



Sampai suatu hari saya sadar kalau I've been in a wrong way and I have to get back. Saya berharap kalau saya bisa menjadi the old happy me dan bahkan lebih baik dari itu. Dan ya, Allah seperti selalu punya cara untuk mengabulkan doa hamba-Nya. Pagi-pagi saya lagi nonton TV, saya liat seorang artis lagi diwawancara tentang kisah hijrahnya. Kurang lebih dia bercerita bahwa dulu yang dia kejar adalah kebahagiaan dunia dan merasa hidupnya selalu gelisah hingga pada suatu hari dia sadar bahwa dia harus berubah. Dalam doa sapu jagat disebutkan bahwa: Ya Allah, berilah aku kebaikan di dunia dan di akhirat. Dan jauhkanlah aku dari siksa neraka. Sehingga dia sadar bahwa seharusnya yang ia kejar tidak hanya kebahagiaan dunia semata. Yang dulu dia keseringan pengen beli barang, sekarang jadi mikir-mikir dulu apa barang itu bermanfaat atau enggak. Kemudian, dia juga jadi seketika tenang karena sadar kalau karunia Allah itu amat banyak dan satu lagi, ini sih yang dulu sempat saya pegang tapi kadang suka goyah: kebahagiaan itu letaknya di taat. Dia percaya, kalau karunia Allah memanglah sangat banyak dan satu-satunya cara untuk bersyukur adalah taat, melakukan perintah-Nya.



Nggak cuma sampai di situ, dilalah saya punya janji ketemuan sama orang DPD RI Jogja. Sebenernya magerin banget kan bulan puasa gini siang-siang harus ke kantor yang saya belum tau di mana, mendingan saya bobok di kos aja kan. Tapi, Allah eamng udah punya rencana. Akhirnya saya datang lah ke kantor DPD RI yang kemudian saya ketemu sama staff khusus yang udah saya bikin janji. Ngobrol ngobrol ngobrol dan menyampaikan tujuan ketemu beliau, selain saya jadi tahu tentang beberapa hal, di akhir beliau bilang untuk mencoba beraffirmasi positif. Kata affirmasi bukanlah asing buat saya, I used to hold it as my faith juga di mana apa yang saya inginkan, saya akan memperlakukannya seolah-olah saya sudah menerimanya. Pertemuan dengan beliau kaya jadi semacam pengingat saya aja sih kalau saya sudah agak melupakan things I used to think and hold.



Semua kegelisahan, kekhawatiran, dan kekecewaan pada diri sendiri jadi bisa seketika menghilang gitu aja dengan cara-Nya. Sebenernya bukan dua hal itu saja yang terus membuat saya jadi feel so releived, tapi ada banyak hal-hal kecil yang terjadi di sekeliling saya juga yang bikin saya jadi merasa forever grateful to be here with everything I have right now. Yang terpenting dari itu semua, untuk memulai sesuatu dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik letaknya bukan pada seberapa besar orang lain menginspirasi kita sih, tapi lebih kepada berurusan sama diri sendiri mengenai memilih melanjutkan hidup dengan apa yang 'baik' untuk kita. In this point is looking for true happiness is not only seeking for now, but also we have to think for hereafter. And it is somehow the only thing that could make us relieved even in our worst day. Insecurity, anxeity, disappointment, and any other restless feelings coming over are perhaps because we are too busy thinking our world life without trying to do our duty as His servant. Thus, we let negative things fill up our mind which then ends up  being reckless for all His blessings.

And now I feel so relieved.