Senin, 20 April 2015

Middle of Nowhere




"Guru, lama sudah aku berjalan kian banyak yang kutahu, tetapi hidup ini kian asing rasanya. Apakah kesejatiaan itu? Apakah benar-benar ada atau cuma impianmu semasa muda?" -Supernova, Dee

Nggak ada ukuran kita saat ini ada di mana. Di awalkah? Penghujungkah? Atau di tengahkah? Entahlah. Tapi mungkin, untuk mewakili ketidaktahuan lagi di mana, saya bakal bilang 'middle of nowhere'.
Seperti kutipan di Supernova di atas, semakin saya melangkah, memang semakin tahu banyak, tapi ke-tahu-an itu kadang membuat saya jadi semakin tidak tahu. Jauh lebih banyak lagi pertanyaan yang menghujam pikiran saya. Saya di mana?  Iya, semakin asing rasanya. Seperti semakin tahu apa itu hidup dan  atau justru semakin bertanya untuk apa hidup.

Saat ini, saya mengawang-awang seperti apa kemudahan hidup itu. Orang bilang, uang bukanlah segalanya. Tapi, mengapa seolah tanpa uang kita tidak bisa melakukan apa-apa? Saya mau makan, harus bayar. Saya mau pergi ke tempat alam yang katanya gratis, tapi saya tetap harus bayar ongkos. Bahkan untuk minum pun saya harus beli galon yang ujung-ujungnya harus ditukar dengan uang. Uang masih bukan segalanya?

Kemudian, saya juga semakin bertanya-tanya. Apa yang saya cari? Jika hidup adalah perjalanan maka apa yang sebenarnya kita cari? Baru-baru ini saya bertukar pikiran dengan teman lama. Mengingatkan mimpi-mimpi yang pernah tersimpan. Tapi, seiring berjalannya waktu, mimpi itu serasa pudar. Pesimis dan realistis tak lagi dapat dibedakan. Saya mencari apa-apa, tapi yang saya dapat juga semakin menyisakan tanya 'apa'. Orang bilang, jati dirilah yang sebenarnya kita cari. Tapi entahlah. Saya seperti melihat orang-orang, bahkan saya, sibuk menjadi apa yang ingin orang lain lihat. Alih-alih mencari jati diri, malah menjadi-jadi orang yang ingin digemari. Salah atau benar? Salah itu apa? Benar itu bagaimana?

Saya juga terpikir bagaimana memperbaiki diri. Apa beda dengan mencari jati diri? Orang bilang, menjadi diri sendirilah yang terbaik. Tapi untuk apa memperbaiki diri jika itu merubah kita menjadi bukan diri sendiri? Apakah sah-sah saja saya menjadi orang lain demi kata memperbaiki diri? Bagaimana saya bisa menyebutkan bahwa ini diri saya dan itu bukanlah diri saya? Bagaimana saya tahu?

Masih ada banyak pertanyaan yang menghujani pikiran saya. Saya pun terkadang lelah untuk hanya berusaha terus mencari akar dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Hidup mungkin seperti itu, bukan untuk mencari jawaban tapi sekedar bertanya dan meninggalkan pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi pertanyaan.

2 komentar:

  1. nah ini juga yang sering saya tanyain
    Katanya kita harus memperbaiki diri, tapi juga harus jadi diri sendiri. Antara harus menuruti ego orang lain atau ego diri sendiri..entah

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo bikin blog juga meng, biar bisa bertukar pikiran lewat tulisan wkwk

      Hapus