Rabu, 12 Juli 2017

Mencicip Eropa

Karena beberapa teman saya meminta saya buat share di blog tentang cerita perjalanan ke Eropa kemarin, jadi ya now I'm trying to give it a go.

Sebenarnya saya agak bingung sih mau mulai dari mana dan mau share apa karena udah lama banget juga, jadi saya mungkin akan tulis secara highlight aja.



Saya pernah dengar pepatah yang kurang lebih bilang: "It is that feeling of willing is more powerful than the fulfillment. So, there are so many people that are really enthusiastic in wanting something but then after they get it, there's no something special," Nah, nampaknya pepatah itu ada benarnya juga. Saya nggak bilang kalau semuanya kerasa biasa aja dan nggak spesial. Tapi, karena saya (dan teman-teman) menghabiskan waktu berbulan-bulan persiapan untuk sampai di Benua Biru itu dengan susah payah nan berdarah-darah, jadinya ya semua proses dan perjuangan itu kerasa lebih berharga dan takkan tergantikan aja sih. Begitu sampai di sana, saya hanya bergumam "Oh, gini toh," hehehe. Namun, pada akhirnya, saya sadar kalau kedua "perjuangan" dan "pencapaian" punya kesan masing-masing yang sangat membekas.


Autumn leaves
Itinerary perjalanan saya (sebenernya "kami" sih, tapi karena ini blog saya jadi yaudah "saya" aja) awalnya adalah Paris-Praha (dan Teplice)-Berlin-Paris. Tapi, karena tiket promo ke Paris sudah habis, akhirnya berpindah haluan penerbangan ke Amsterdam. Kenapa ke Amsterdam padahal acaranya di Praha? Tidak lain tidak bukan karena tiket ke Amsterdam jauh lebih murah daripada ke Praha haha. Saya (of course, dan teman-teman) awalnya sempat intimidate Amsterdam banget kenapa jadinya ke Belanda dan  tak lupa kecewa karena nggak jadi mau foto-foto bikin tulisan di kertas "Kapan ke sini bareng?" dengan background Menara Eiffel. Well, itu teman saya sih yang bilang lol. Tapiiiiii, tiada sangka tiada duga, Amsterdam jadi kota terfavorit saya dan bahkan hampir semua dari kita! Saya nggak tahu persisnya sih ya kenapa malah Amsterdam jadi yang terfavorit, tapi mungkin emang gitu, semakin kita nggak punya ekspektasi tinggi sama sesuatu maka kita akan semakin nggak mudah kecewa eaa paanci.


Amsterdam dari atas tapi yg ini dari gugel
Begitu Kapten Pesawat mengumumkan pesawat akan segera landing, saya pun bersiap-siap memakai jaket karena di sana sedang Autumn alias musim gugur dan sudah hampir musim dingin (Waktu itu sempat mencapai 0 derajat celcius!). Dari ketinggian, saya lihat ke bawah bertanya-tanya kenapa bangunannya tersusun sangat sangat tertata huhu. Turun dari pesawat, saya sudah siap-siap kedinginan dong ya, eh taunya malah enggak. Kan masih di dalem bandara, ada heater-nya, angetlah #emangngeselinanaknya. Keluar dari bandara, saya, kebetulan, langsung disambut keramah-tamahan orang Belanda. Awalnya, saya nanya ke Satpam (?) Bandara tentang rute bis, setelah dikasih tahu, dia nanya (lebih tepatnya nebak) saya dari mana. Begitu tahu saya dari Indonesia, dia langsung bilang kalau dia pernah ke Indo dan sudah pengen banget mau ke Indo lagi. Wow, how ironic.


Amsterdam Schipol
Dua hari di Amsterdam, saya merasa puas. Amsterdam adalah ekspektasi saya tentang Eropa. Bangunannya klasik, rapih, lucu, berudara dingin. Lalu, ada banyak kanal alias sungai yang jadi bikin syahdu. Ditambah lagi ada banyak pesepeda berkeliaran, ya walaupun pada cepet-cepet udah kaya maling sepeda bikin kaget pas jalan. Kotanya ramai, orang-orang pada bisa bahasa Inggris jadi komunikasinya mudah, sering ketemu orang Indo, sering ketemu orang pake hijab juga. Saya sering baca blog atau cerita orang yang katanya kalau di luar negeri trus ketemu sesama muslim dan disapa Assalamualaikum itu rasanya sesuatu. Awalnya saya mikir ya make sense sih, tapi enggak nyangka bakal seterharu itu huhu. Nah, di Amsterdam ini, teman-teman saya ketemu Syahrini di Dam Square wkwkwk. Saya lagi melancong nggak tau ke mana. Malam sebelumnya, ketemu Ben Joshua pas kita lagi cari makan malam. Ini Belanda apa Indo deh.


Dam Square
Kota berikutnya adalah Praha. Dari Amsterdam ke Praha naik Flixbus soalnya jauh lebih murah daripada naik kereta atau pesawat wkwk. Naik kereta di Eropa buat budget traveler itu nggak recommended sih. Flixbus/Regiojet/Euroline adalah jawabannya bagi para kere-ers lol ya walaupun tetap lebib mahal juga kalau dibandingin bis Indo. Makanya jangan dibandingin haha.
Nah, karena saya sudah dapat banyak dengar kalau Praha itu kota yang cantik, fairytale, magical, romantis, dsb, saya jadi berekspektasi tinggi sama Praha. Entah karena ekspektasi dan fantasi saya terlalu tinggi atau gimana, saya merasa Praha nggak lebih cantik dari Amsterdam. Satu-satunya yang memenuhi ekspektasi adalah Old Town-nya. Ya emang bagus sih Old Town. Bangunan (gerejanya) sangat klasik dan gotik. Keren gitu deh. Praha ini kota terlama yang saya tempati. Orang-orangnya banyak yang nggak bisa bahasa Inggris. Saya bahkan nggak sengaja makan daging babi pas sarapan di Hotel, padahal saya udah jelas-jelas nanya ke pelayannya, "Is this beef or bacon?" doi jawab, "Beef," lalu saya langsung koar-koar ke teman-teman saya ngasih tau kalau dagingnya sapi. Eeeh taunya, pas LO saya datang dan saya make sure nanya ini sapi bukan, ternyata bukan. LO saya bilang, "I think you should change your meal because it's apparently bacon," setelah dia nanya lagi ke resto hotelnya. Tapi bacon enak btw huhu.
Karena Praha bukan kota sebesar Amsterdam, orang-orang yang saya temui di sana juga nggak seheterogen di Amsterdam. Hampir white people semua. Sangat jarang menemukan orang berhijab, jadi sekalinya ketemu, langsung berasa ketemu saudara, ramah banget. Di Praha, saya sama sekali nggak menemukan orang bersepeda atau bersepeda motor. Saya curiga di sana cuma jual mobil aja(?) Selama di Praha, saya sempat ke Teplice (masih di Ceko juga), karena ada agenda di sana. Nggak kemana-mana juga sih pas di Teplice karena seharian full acara di sana.


In Teplice
Terlepas dari kurang terpenuhinya ekspektasi saya atas Praha dan dimarahin orang sana dan hal-hal lain yang kurang mengenakkan lainnnya, Praha tetap memorable dengan kenangannya. It was worth visiting.



Old Town
Kota berikutnya yang saya kunjungi adalah Berlin. Perjalanan dari Praha ke Berlin tetap menggunakan bis. Kali ini saya pakai Regiojet. Lebih mahal dari Flixbus, tapi Regiojet ini wifi-nya nyala dan guide-nya ganteng parah. Egmn. Tapi beneran deh ya, kalau orang Bandung bilang sepertinya Tuhan sedang tersenyum ketika menciptakan Bandung, saya bakal bilang sepertinya Tuhan sedang bahagia ketika menciptakan orang-orang Eropa haha. Ganteng-ganteng dan cantik-cantik sejauh mata memandang huhu. Selain guide-nya, sopirnya juga ramah. Entah perasaan saya doang apa gimana, kayanya orang Jerman jauh lebih ramah daripada orang Ceko.

Urutan kunjungan saya ini kayanya merepresentasikan urutan kota yang saya sukai. Dulu saya suka berfantasi mau tinggal di Jerman. Negara Uni Eropa urutan teratas. Tapi ternyata, nggak lebih klasik dari Praha. Don't get me wrong. Ini kan opini pribadi hehe. Mungkin saya sudah semakin terbiasa dengan bangunan Eropa (yaelah gaya beut botol kecap), jadinya saya nggak melihat bangunan yang terlihat outstanding di Berlin. Malah, saya melihat Berlin ini seketika teringat Jakarta. Agak berantakan dan lebih metropolis dibanding Praha dan Amsterdam. Saya melihat beberapa spot kaya nggak terurus gitu. Eh atau lagi dibangun ya? Nggak tau lah, pokoknya menurut saya, Berlin nggak seperti dalam fantasi saya. Ya walaupun tetap dong ya, Eropa adalah Eropa. Nggak ada yang menandingi keklasikannya. Saya cuma dua hari di Berlin, jadi opini saya tentang Berlin tentu sangat terbatas. Di Berlin, orang-orangnya lebih heterogen bahkan dari Amsterdam. Sering banget menjumpai orang berhijab, ya secara imigran Turki paling banyaknya ke Jerman. Kotanya sangat ramai. Apalagi pas di Primark. Murah-murah sih soalnya cem Jolie/Sakola kalau di Jogja wkwk. Btw, kalau sistem transportasi, di ketiga kota itu mirip sih. Ada kereta bawah tanah, trem (kereta yang malang melintang di jalan), dan bis. Yang jelas, transportasi umum di sana jauh sama di Indo haha and I felt like I was cool using public transport lol. 


Typical tourist
Setelah serangkaian kunjungan itu, akhirnya saya kembali lagi ke Amsterdam karena pesawatnya dari Amsterdam. Dan nggak tahu ya, saya bahagia banget sih pas balik ke Amsterdam. Rasanya tuh kaya ya ampun akhirnya ke Amsterdam lagi dan ini udah mau balik Indo, enggak mauuuuuu.

Dari Berlin, saya sampai di Amsterdam pagi hari. Pesawat saya sore, jadi saya punya waktu seharian buat menikmati Amsterdam. Cry. Udah nggak keitung saya dan teman-teman saya bolak-balik ke Albert Hejn (Baca: Indomaret) buat beli coklat. Begitu balik ke tempat tunggu dan masih menemukan euro kita masih tersisa, kita balik lagi beli buah. Buahnya enak, akhirnya kita malakin anak-anak yang masih punya recehan euro. Patungan, beli lagi buah sampai berkali-kali. Sampai pelayannya bosen juga kita lagi kita lagi lol. Dan akhirnya kita patungan buat beli makan: Nasi Goreng Sataj Ajam. Gitu tulisannya. Lumayan enak. Tapi ya of courseeee, rasanya jauh sama yang di Indo haha mahal uga 5/6 euro gitu saya lupa.



Begitu saya selesai menulis ini, ternyata panjang uga ya. Padahal ini baru highlight. Masih ada banyak hal yang terkenang di kepala. Mungkin saya bakal bikin postingan lagi untuk cerita yang lebih detail karena masih ada hal-hal yang bikin saya merasa insightful!

0 komentar:

Posting Komentar