Jumat, 11 Desember 2015

Cerpen: Aku Hujan, Kamu Sunset

Langit memang sudah mendung saat aku berada di dalam kelas. Selangkah kaki ke luar seakan-akan menjadi tombol meruntuhkan air dari langit. Aku langsung tertahan, memutuskan tidak menerjang hujan.

Aku tetap berdiri, menyimak satu-persatu jutaan bulir hujan berjatuhan. Bau semerbak tanah langsung menerpa hidung. Tersenyum.

Terlihat dari sisi mataku ada seseorang datang. Tertahan pula. Perlahan aku melihat sampingku, kemudian melangkah mundur. Menatap hanya punggungnya.

Ia nampak gelisah, mendongak ke atas seperti ingin menebak seberapa banyak lagi air yang tersisa di awan sana. Ia menengok kanan kiri seolah berharap ada anak-anak menawarkan payung seperti di mall-mall. Ia menatap sekeliling dan tak lama menengok ke belakang. Tatapanku tertangkap. Ia pun menatap, kemudian tersenyum yang membuatku berdoa agar aku tak mengurungkan niat untuk melupakannya. Namun, senyumannya selalu membuatku bergumam, he smiles the best that nobody could ever have. Aku membodohi diriku sendiri.

Ia mendekat masih dengan senyum di wajahnya.
"Kejebak hujan juga?" tanyanya.
Aku mengangguk.
"Kayanya udah lama kita nggak ketemu, kamu ke mana aja?"
"Nggak ke mana-mana, Kak. Masih di sini. Mungkin kamu yang ke mana-mana."
"Ngomong-ngomong, kamu apa kabar?" Masih dengan senyumnya.
"Masih sama, Kak." Aku mencoba tersenyum.
Ia tertawa kecil dan mengacak-acak rambutku seperti yang biasa ia lakukan dulu.
"Kapan ya kita terakhir ketemu?" Ia bertanya sekali lagi.
Aku menggeleng. Berpura-pura tak mengingat hal yang sebenarnya aku hafal persis di mana dan kapan kita terakhir bercengkerama. Sebulan. Tapi terasa setahun bagiku.
"Kok kamu nggak nanya kabarku?" tanyanya seperti ia tak mau kehilangan topik pembicaraan.
"Untuk apa? Untuk tau kamu udah bahagia dengan yang lain?" Aku mencoba tersenyum sekali lagi.
Dia tertawa, "Kamu emang masih sama." Mengacak rambutku lagi.
"Mungkin bagi kamu, aku kaya hujan. Menahan kamu untuk tinggal, tapi setelah reda, kamu melanjutkan perjalanan." Aku melanjutkan, "Dan bagi aku, kamu kaya sunset. Indah sih, tapi cuma sebentar." Aku tertawa kecil. Senyumnya memudar. Ia menatap ke depan, mengalihkan pandangan. Hujan tiba-tiba semakin deras. Suara yang dihasilkannya semakin keras seolah ingin memecahkan keheningan. Aku semakin tertahan di momen ini. Menghela nafas panjang. Untuk pertama kalinya aku mengutuk hujan.
This entry was posted in

2 komentar:

  1. "Nggak kemana-mana kak. Masih disini. Mungkin kamu yang kemana-mana." seriusan ini dialognya lucu yis akakakakak

    BalasHapus